MENILIK PLTB TOLO 1 JENEPONTO DARI PERSPEKTIF SOSIAL
ENERGI TERBARUKAN SEBAGAI ALTERNATIF PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI INDONESIA
Ketergantungan terhadap daya listrik semakin hari semakin meningkat. Hal ini membuat cadangan energi tak terbarukan / non-renewable energy yang selama ini menjadi bahan bakar utama pembangkit listrik di Indonesia semakin menipis. Kondisi ini membuat pemangku kebijakan memutar otak mencari energi alternatif dengan ketersediaan dan kuantitas yang lebih mendukung. Data menunjukkan bahwa jumlah pengguna / consumer listrik kian bertambah, hasil proyeksi jumlah pelanggan listrik tahun 2013-2017 di Sulawesi Selatan misalnya, terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan rata-rata 6,12% per tahun atau meningkat dari 1.566.389,75 pelanggan pada tahun 2013 menjadi 1.986.773,15 pelanggan pada tahun 2017.
Karenanya, guna menunjang pemenuhan kebutuhan listrik pemerintah melakukan upaya optimalisasi pemanfaatan energi, baik berupa energi tak terbarukan mencakup bahan fosil maupun energi baru terbarukan (EBT). Salah satu energi terbarukan sebagai penghasil listrik yang kini dilirik pemerintah adalah tenaga angin yang dikonversi menjadi energi listrik melalui fasilitas Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB). PLTB merupakan salah satu jenis pembangkit listrik yang ramah lingkungan dengan tidak menghasilkan karbon dioksida (CO2) pada proses produksi listriknya sebagaimana pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar fosil. Perkembangan pembangkit listrik yang ramah lingkungan seperti PLTB di Indonesia merupakan salah satu bentuk komitmen Indonesia dalam Paris Agreement / Kesepakatan Paris 2016 untuk mencapai 23% bauran EBT pada tahun 2025 dan kemudian 31% di tahun 2050.
PLTB terbesar yang ada di Indonesia saat ini terletak di provinsi Sulawesi Selatan. Hasil studi menunjukkan, kecepatan angin di beberapa kawasan timur berpotensi menghasilkan tenaga listrik, misalnya Kabupaten Sidrap di Sulawesi Selatan dengan kecepatan rata-rata 6,43 m/s dan Kabupaten Jeneponto dengan kecepatan rata-rata 7,96 m/s.
GAMBARAN UMUM MENGENAI PLTB TOLO I JENEPONTO
PLTB Tolo I Jeneponto, Sulawesi Selatan dibangun di atas areal seluas 60 hektar di Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto dan memiliki kapasitas 72 megawatt (MW). PLTB ini beroperasi menggunakan 20 turbin angin Siemens SWT-3.6-130 dengan tinggi menara 135 meter, masing-masing berkapasitas 6,3 MW. Terdapat total 60 baling-baling berjenis sovanius (three blade) upwind dengan rotor yang menghadap arah datangnya angin dengan panjang 63 meter. PLTB ini terkoneksi dengan jaringan transmisi 150 kilovolt (kV) yang melalui gardu induk Jeneponto dan menggunakan teknologi Siemens Gamesa yang merupakan teknologi gabungan dari Spayol dan Jerman.
PLTB Tolo 1 Jeneponto dibangun di atas lahan pertanian jenis sawah yang mengindikasikan terjadinya alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi industri. Namun, menurut pihak dari PLTB Tolo 1 Jeneponto, sebelum dilakukan pembangunan terlebih dahulu diadakan koordinasi dengan pihak pemerintah setempat utamanya dinas-dinas terkait. Setelah berkoordinasi, didapatkan kesimpulan bahwa lahan sasaran pembangunan PLTB merupakan jenis lahan sawah tadah hujan sehingga tidak termasuk lahan produktif dan hanya bisa dikelola masyarakat ketika ada hujan. Pengalihfungsian lahan telah melalui proses negosiasi dan pembebasan lahan yang disepakati dengan masyarakat setempat, sehingga menurut pihak pengelola, tidak terdapat konflik agraria yang terjadi dalam proses pembangunan PLTB.
DAMPAK SOSIAL PEMBANGUNAN DAN OPERASIONAL PLTB TOLO I JENEPONTO
Dalam operasinya, pihak pengelola PLTB Tolo 1 Jeneponto menyatakan telah melaksanakan berbagai program tanggung jawab sosial perusahaan atau yang dikenal sebagai
corporate social responsibility (CSR) sebagai bentuk upaya pemberdayaan masyarakat sekitar PLTB. Salah satu bentuk pelaksanaan program tersebut yakni berupa pembangunan fasilitas Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai penunjang pendidikan masyarakat terdampak utamanya anak usia dini. Sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan, pihak pengelola PLTB membangun bank sampah guna memfasilitasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di lingkungan sekitar.
Fasilitas lain yang dibangun oleh PLTB Tolo 1 Jeneponto adalah pembibitan pohon. Pihak PLTB mengaku selalu berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup setempat mengenai penghijauan dan sosialisasi penghijauan kepada masyarakat. Adanya penghijauan ini kelak diharapkan akan membantu masyarakat mewujudkan hidup sehat. Perlu diketahui bahwa setiap satu pohon mampu menghasilkan 1,2 kilogram oksigen per hari, sehingga apabila proses penghijauan yang dilakukan dengan penanaman pohon efektif dilaksanakan, maka akan berdampak baik bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Kehadiran fasilitas PLTB pastinya membawa berbagai dampak dan perubahan baik secara langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat sekitar, termasuk dampak sosial. Menurut hasil dialog dengan pihak pengelola, perubahan yang dirasakan oleh masyarakat atau petani adalah terbangunnya fasilitas jalan di tengah-tengah sawah atau lahan pertanian masyarakat. Dengan adanya jalan tersebut, akses para petani menuju sawah mereka menjadi lebih mudah. Masyarakat diberikan kebebasan oleh pihak PLTB untuk mengakses jalan tersebut. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa kedepannya akan diberlakukan larangan apabila akses terhadap jalan tersebut malah membawa bahaya baik bagi masyarakat maupun bagi keamanan PLTB sendiri.
Perubahan lainnya yang dirasakan oleh masyarakat sekitar berdasarkan hasil wawancara masyarakat dalam penelitian Lestari (2019) adalah terpenuhinya kebutuhan listrik secara lebih optimal, hal ini mengingat pengalaman masyarakat yang sering mengalamai mati listrik sebelum adanya PLTB di daerah mereka. Menurut masyarakat, sebelumnya mati listrik dapat terjadi 2-3 kali sebulan. Namun, semenjak kehadiran PLTB yang mengoptimalkan pasokan listrik, keadaan mati listrik hanya terjadi pada saat Jeneponto mengalami bencana banjir bandang.
Salah satu dampak negatif yang dikhawatirkan tejadi akibat pembangunan fasilitas PLTB adalah adanya kebisingan yang dapat mengganggu pendengaran masyarakat sekitar dan timbulnya efek bayang-bayang / shadow flicker yang dapat mengganggu penglihatan sebagai efek beroperasinya baling-baling PLTB. Namun, menurut klaim pihak pengelola
PLTB, setelah melakukan survey dan wawancara langsung dengan masyarakat sekitar, dampak-dampak negatif tersebut belum dirasakan masyarakat sampai saat ini.
PLTB Tolo 1 Jeneponto menjadi salah satu fasilitas pembangkit listrik bertenaga energi terbarukan yang masih minim jumlahnya di Indonesia, sehingga pemerintah perlu mendorong pengembangannya guna mencapai target pasokan energi listrik dan memenuhi komitmen internasional mengenai bauran energi. Di samping itu, kesadaran dan peran aktif masyarakat dalam memanfaatkan sumber energi dengan lebih bijak niscaya diperlukan. Peralihan penggunaan energi dari non-renewable energy menjadi renewable energy dalam pemenuhan kebutuhan listrik melalui fasilitas pembangit listrik menjadi langkah positif yang perlu terus didorong dengan tetap memperhatikan dampak sosial yang dapat ditimbulkan terhadap masyarakat di masa yang akan datang.