PENGARUH PLTB TOLO I TERHADAP PEREKONOMIAN MASYARAKAT JENEPONTO

Lingkungan Hidup

Penulis: Muh. Wahyu Dzulkifli, Alma Aprilah Risnawati, Syafruddin Muin dan Nur Afni Sawar

Laju konsumsi listrik di Indonesia yang semakin meningkat menyebabkan kebutuhan akan energi penghasil listrik semakin besar. Saat ini, pemenuhan kebutuhan tersebut masih dipasok secara dominan oleh energi tak terbarukan / non renewable energy, utamanya energi fosil. Sayangnya, sejumlah hasil penelitian menunjukkan penggunaan energi jenis ini membawa berbagai dampak negatif, utamanya bagi lingkungan. Sebenarnya, Indonesia sendiri masih mempunyai berbagai alternatif energi yang dapat diharapkan selain energi fosil yang tergolong ke dalam jenis energi terbarukan yang lebih aman dan ramah lingkungan. Melalui kegiatan GenBI Visit on Renewable Energy (GenViber), Generasi Baru Indonesia (GenBI) Komisariat Universitas Hasanuddin berupaya menyuarakan isu penggunaan energi dan meningkatkan kesadaran tentang dampak buruk penggunaan energi fosil serta menambah wawasan masyarakat tentang sumber daya alam berupa energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif dalam pemenuhan berbagai kebutuhan berbasis energi di Indonesia.

Sebagai upaya peralihan energi, pemerintah mengembangkan sarana pembangkit listrik berbasis energi terbarukan, salah satunya Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yang memanfaatkan energi angin untuk dikonversi menjadi energi listrik. Salah satu PLTB yang telah beroperasi di Indonesia saat ini adalah PLTB Tolo 1 Jenponto di Sulawesi Selatan. Keberadaan PLTB ini tidak hanya berpengaruh pada pencapaian target pemenuhan kebutuhan listrik, tetapi juga membawa berbagai dampak baik dari segi ekonomi, sosial, lingkungan dan sains serta teknologi bagi masyarakat, khususnya di sekitar PLTB.

Tulisan ini akan mencoba mengulas dampak pembangunan PLTB Tolo 1 Jeneponto utamanya pada bidang ekonomi bagi masyarakat Jeneponto, tempat konstruksi pembangkit listrik ini berdiri. Berbagai informasi dan data yang dimuat di dalam tulisan ini merupakan hasil observasi langsung di lokasi PLTB yang disertai dialog dengan pihak pengelola serta kajian berbagai literatur terkait.

GAMBARAN UMUM KABUPATEN JENEPONTO

Secara Geografis, Kabupaten Jeneponto berada pada 5º23’12”-5º42’1,2”Lintang Selatan (LS) dan 119º29’12”-119º56’44,9”Bujur Timur (BT) dengan posisi strategis dan aksebilitas yang tinggi, sehingga memiliki peluang pengembangan ekonomi melalui keterkaitan wilayah khususnya keterkaitan dengan daerah yang mendukung pembangunan sosial ekonomi dan budaya. Sedangkan secara administratif, Kabupaten Jeneponto berbatasan langsung dengan beberapa wilayah besar di Sulawesi Selatan, diantaranya sebagai berikut: Sebelah Utara Kabupaten Jeneponto berbatasan langsung dengan Kabupaten Gowa dan Takalar, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng, Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Takalar, Serta Selatan berbatasan dengan Laut Flores (RI-SPAM, 2017).

  • Luas Wilayah

Kabupaten Jeneponto memiliki pusat pemerintahan yang berada di Kota Bontosunggu, terletak 91 kilometer (km) di sebelah selatan Kota Makassar. Secara keseluruhan, luas wilayah Kabupaten Jeneponto tercatat seluas 749,79 km2 atau 74.979 hektar (ha), yang secara administratif terdiri dari 11 kecamatan dan 113 desa/kelurahan (RI-SPAM, 2017).

  • Kondisi Topografi

Topografi di Kabupaten Jeneponto relatif bervariasi, mulai dari topografi datar (flat), berombak (undulating), bergelombang (rolling), berbukit (hilly) hingga bergunung (mountainous). Topografi datar-berombak (kemiringan lereng di bawah 15%) tersebar dengan luasan sekitar sekitar 42.715 ha, atau sekitar 53,68% dari luas total Kabupaten Jeneponto. Areal dengan kemiringan lereng ini menjadi areal persawahan, ladang serta kebun campuran. Selebihnya merupakan areal dengan kemiringan lereng lebih dari 15%, di mana sebagian besar diantaranya adalah lahan kering. Kondisi topografi yang relatif datar hingga bergelombang pada kawasan budidaya sangat ideal untuk pengembangan berbagai jenis komoditas (RI-SPAM, 2017).

  • Geomorfologi
  • Keadaan Penduduk

 Jumlah penduduk Kabupaten Jeneponto di tahun 2017 sebanyak 359.787 jiwa di mana jumlah penduduk perempuan adalah 186.016 jiwa sedangkan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 173.771 jiwa. Berdasarkan dari hasil sensus penduduk, laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Jeneponto selama kurun waktu 1990-2000 adalah sebesar 0,95% per tahunnya. Sedangkan, pada kurun waktu 2000-2010 mengalami penurunan menjadi 0.93% per tahunnya. Kemudian, pada kurun waktu 2010-2017, secara rata-rata mengalami pertumbuhan berkisar antara 0,65% per tahunnya. Jadi, secara keseluruhan pertumbuhan penduduk Kabupaten Jeneponto terbilang relatif kecil. Jumlah penduduk yang berada pada usia muda (0-14 tahun) di Kabupaten Jeneponto sampai tahun 2017 sebanyak 101.209 orang. Sedangkan, jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) berada di angka 235.887 orang. Sementara itu, untuk kelompok usia usia lanjut (65 tahun ke atas), terdapat 22.691 orang penduduk (Kamandanu., R.A, 2019).

KEADAAN EKONOMI WILAYAH JENEPONTO

Kabupaten Jeneponto termasuk daerah yang tingkat kemiskinan penduduknya cukup tinggi di Provinsi Sulawesi Selatan. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan sekaligus menjadi pekerjaan khusus bagi pemerintah daerah. Selama periode tahun 2011- 2015, perekonomian Kabupaten Jeneponto selalu mengalami pertumbuhan secara fluktuatif. Untuk pertumbuhan ekonomi mempunyai rata-rata 7,41%. Pada tahun 2011, pertumbuhanya ekonomi Kabupaten Jeneponto sebesar 7,32%, sedangkan pada tahun 2012 terjadi penurunan pertumbuhan menjadi sebesar 7,27%. Sama halnya di tahun 2013, penurunan pertumbuhan ekonomi juga terjadi, yakni menjadi sebesar 6,97%. Di tahun 2014 terjadi peningkatan cukup signifikan yakni menjadi sebesar 7,71% dan di tahun 2015 menjadi sebesar 7,80%. Selama 5 tahun terakhir (2011-2015), total nilai tambah oleh aktivitas sektor-sektor ekonomi yang berada di wilayah Kabupaten Jenepnto baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan, secara konsisten mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Saparuddin, 2016).

DAMPAK SOSIAL-EKONOMI PLTB TOLO 1 JENEPONTO BAGI MASYARAKAT

Pada tahun 2015, ketersediaan dan kualitas sumber daya lahan menunjukkan bahwa Kabupaten Jeneponto memiliki potensi sumber daya lahan cukup besar yang diperuntukkan untuk kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat. Bila didasarkan pada jenis penggunaan (land use), maka penggunaan lahan terluas dialokasikan sebagai tegalan/kebun, yaitu seluas 34.154,14 ha atau 45,56% dari total luas keseluruhan tanah. Selanjutnya, penggunaan lahan untuk persawahan seluas 20.014,08 ha (26,69%), Hutan Negara seluas 9.842,65 ha (13,12%), permukiman seluas 4.892,27 ha (6,52%), tambak seluas 1.624,95 ha (2,16%), kolam/empang seluas 748 ha (0,99%), erkebunan seluas 534,42 ha (0,71%) dan penggunaan terkecil adalah ladang/huma, yakni seluas 313,63 ha (0,42%) serta penggunaan lainnya seluas 2.854,85 ha (3,81%) (Saparuddin,2016).

Selain memiliki sumber daya lahan yang memadai, Kabupaten Jeneponto juga menyimpan potensi energi terbarukan berupa angin yang cukup strategis. Melihat potensi tersebut, pada 2018, dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo 1 Jeneponto. Pembangunan PLTB ini merupakan wujud upaya pemenuhan target pasokan listrik dan perwujudan komitmen bauran energi nasional. PLTB Tolo 1 Jeneponto memiliki 20 Wind Turbine Generator (WTG) dengan kapasitas 72 megawatt (MW) dan dikelola oleh PT. Bayu Energi. PLTB yang mampu mengalirkan listrik bagi sekitar 300.000 rumah tangga pelanggan sebesar 900 vA ini berlokasi di Desa Lengke-Lengkese, Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto.

Lokasi pembangunan kontruksi merupakan wilayah non produktif (lahan kering) yang hanya dapat dimanfaatkan masyarakat saat sedang musim hujan. Sebelum adanya pembangunan PLTB di jeneponto perekonomian masyarakat tergolong rendah (BPS, 2016) dan setelah adanya pembangunan PLTB tersebut, terlihat dampak signifikan bagi perekonomian di Kabupaten Jeneponto. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi tertinggi sektor konstruksi Kabupaten Jeneponto pada tahun 2017 mencapai 23,35%, kemudian pada tahun 2018 menjadi 16,45% di akhir proyek pembangunan PLTB. Sektor konstruksi ini termasuk dalam 3 besar kategori lapangan usaha dominan dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Jeneponto.

Pihak perusahaan, dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat terdampak, memberdayakan tenaga kerja lokal untuk pembangunan konstruksi PLTB. Untuk mendirikan satu turbin, dibutuhkan 40 tenaga kerja. Para tenaga kerja tersebut diserap dari masyarakat lokal oleh pengelola. Sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR), warga sekitar PLTB juga difasilitasi pembangunan unit puskesmas pembantu, sumur dan Sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) guna menunjang aktivitas keseharian.

Masyarakat yang menetap di sekitar proyek senilai USD 160,7 juta itu tetap bisa menggarap sawah mereka. Terdapat 14 jalanan baru di area PLTB untuk memudahkan akses warga untuk berkunjung ke lokasi PLTB sekaligus memberikan akses bagi warga yang memiliki lahan di area tersebut. Penyuluh pertanian di Kelurahan Empoang Utara, Jumriani, mengatakan sebelum ada PLTB petani sangat susah mengambil hasil panennya, seperti padi dan jagung. Sekarang, ada lahan untuk penjemuran hasil panen dan ada jalan untuk ke lahan pertanian. Lebih dari iru, masyarakat juga merasakan peningkatan kapasitas daya listrik yang dulunya sering padam. Terdapat pula pendampingan dari PLTB dalam peningkatan usaha tani dan usaha kecil menengah (UKM) skala rumah tangga, perbaikan lingkungan hidup dan pengembangan destinasi wisata. Sehingga secara keseluruhan, kehadiran PLTB Tolo 1 telah membawa dampak positif yang cukup signifikan bagi keadaan sosial-ekonomi masyarakat Jeneponto, utamanya yang bertempat tinggal di sekitar lokasi PLTB.