Pandemi Covid-19: Global Health Diplomacy sebagai Upaya Ketahanan Kesehatan Nasional Indonesia

Kesehatan

Penulis: A. Muh. Fadhil Pramadiansyah

Wabah Covid-19 yang telah berlangsung kurang lebih hampir dua tahun sejak akhir 2019 telah banyak berdampak terhadap berbagai lini sektor, baik secara nasional maupun internasional. Mulai dari sektor perekonomian, kesehatan, pekerjaan, hingga pendidikan telah mengalami pukulan yang sangat besar. Kasus positif per tanggal 24 September 2021 pun menunjukkan bahwa 230 juta jiwa lebih telah terinfeksi Covid-19 secara global dan 4 juta jiwa lebih telah meninggal dunia (WHO Covid-19 Dashboard 2021). Meskipun demikian, sebenarnya telah terjadi perkembangan yang cukup positif pada pandemi ini mengingat telah banyak negara yang kembali membuka diri bagi wisatawan mancanegara diikuti dengan banyaknya perekonomian nasional berbagai negara yang kembali pulih. Hal tersebut juga tentunya sangat dipengaruhi oleh program vaksinasi yang dilakukan oleh banyak negara melalui distribusi vaksin melalui organisasi internasional maupun secara bilateral untuk mencapai kekebalan kelompok (herd immunity).

Kondisi kasus positif Covid-19 di Indonesia sendiri saat ini telah mengalami penurunan meski potensi gelombang kasus baru tentu masih perlu untuk dikhawatirkan. Angka positivity rate Covid-19 di Indonesia diklaim telah turun secara drastis oleh Pemerintah Indonesia setelah mencatat rekor terendah baru per tanggal 12 September 2021, yakni sebesar 3,05% (BBC News Indonesia 2021). Angka tersebut pun memperlihatkan bahwa Indonesia telah berhasil menurunkan angka positivity rate tersebut di bawah ambang batas yang telah ditetapkan oleh WHO (World Health Organization), yaitu 5%. Akan tetapi, masih terdapat ahli penyakit menular meragukan data pemerintah tersebut disebabkan tracing kasus positif di berbagai kota di Indonesia yang belum baik (BBC News Indonesia 2021). Selain itu, persentase masyarakat yang telah sepenuhnya divaksinasi di Indonesia masih berada pada angka 17%, masih berada jauh di bawah Malaysia dan Singapura yang masing-masing telah menyentuh angka 60% dan 77% (Our World in Data 2021). Dengan demikian, Pemerintah Indonesia masih perlu untuk meningkatkan upaya dalam menurunkan kasus positif serta peningkatan vaksinasi bagi masyarakat agar dapat diikuti dengan tren peningkatan perekonomian nasional.

Salah satu upaya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Indonesia pada saat ini adalah melakukan intensifikasi kerja sama internasional, khususnya fokus terhadap keperluan vaksin Covid-19. Hal ini didasarkan atas target capaian vaksinasi yang ingin dicapai oleh pemerintah, yakni minimal 70% dari total populasi masyarakat Indonesia (Bayu 2020). Pemerintah perlu memastikan persebaran vaksin yang adil di tanah air agar target tersebut dapat dicapai secepatnya, mengingat wacana pemerintah yang mulai berkeinginan untuk mengizinkan wisatawan asing masuk, membuka pusat-pusat perbelanjaan, hingga izin kegiatan keramaian. Namun, permasalahan cakupan vaksin yang belum merata antar-provinsi masih menjadi kendala yang dapat menghambat usaha ini. Sebagai contoh, per tanggal 27 September 2021, hanya DKI Jakarta dan Bali yang baru berada di atas 50% untuk vaksinasi Covid-19 (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2021). Kedua provinsi tersebut pun terpaut jauh dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya yang rata-rata masih berada di bawah 30% dalam capaian dosis kedua vaksinasi. Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia sangat perlu mengamankan kebutuhan vaksin tersebut secara bilateral maupun multilateral melalui pendekatan diplomasi. Tulisan ini pun mencoba untuk melihat pendekatan global health diplomacy yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk dapat mencapai kepentingan ketahanan kesehatan nasional.

Global Health Diplomacy

Pendekatan global health diplomacy menjadi sangat penting untuk dilakukan pada saat ini. Hal ini tidak terlepas dari kebutuhan nasional Pemerintah Indonesia yang telah disebutkan sebelumnya. Professor Ilona Kickbusch yang merupakan salah satu akademisi terkemuka di Graduate Institute of International and Development Studies mendefinisikan global health diplomacy sebagai bentuk proses negosiasi yang dilakukan secara multi-level dan multi aktor yang memiliki implikasi sehingga membentuk dan mengelola lingkungan kebijakan kesehatan global (IFAIR 2013). Dengan demikian, dapat dipahami bahwa saat ini sektor kesehatan telah memperluas cakupan kebijakan luar negeri yang dapat “dimainkan” selain dari aktor negara saja. Di samping itu, global health diplomacy juga fokus terhadap isu kesehatan yang menjadi perhatian bersama sehingga membutuhkan kerja sama internasional yang dapat dilakukan baik pada tingkat nasional, bilateral, dan nasional (WHO EMRO 2014). Tentunya faktor globalisasi, interdependensi, serta kondisi kesehatan global dapat dikatakan menjadi determinan atas meluasnya peran dan sektor yang dapat memengaruhi kebijakan kesehatan secara global yang memerlukan kolektivitas internasional.

Perluasan yang terjadi yang disebabkan berbagai macam peluang maupun kebutuhan menghasilkan banyak variabel atas peran dalam menjalankan diplomasi kesehatan secara global. Semakin kompleksnya tantangan yang ada pada bidang kesehatan juga memperlihatkan diperlukannya political will dan keikutsertaan aktor-aktor dari berbagai latar belakang berbeda. Menurut Ilona Kickbusch dan Mihály Kökény (2013) global health diplomacy menjadikan para menteri luar negeri menjadi lebih aktif turut serta terhadap sektor kesehatan disebabkan oleh relevansi dari soft power, kebijakan keamanan, perjanjian perdagangan, lingkungan, serta kebijakan pengembangan dan dibutuhkannya para diplomat yang kompeten di bidang kesehatan. Dengan begitu, peluang kerja sama, pemanfaatan kekuatan nasional, dan kebijakan yang memiliki dampak berkelanjutan dengan baik seharusnya semakin terbuka, khususnya bagi negara-negara berkembang. Akan tetapi, apabila melihat kondisi saat ini, dapat dikatakan bahwa pendekatan ini belum sepenuhnya mampu mengakomodir kebutuhan-kebutuhan negara yang kurang mampu sebab pengaruh politik internasional yang dipengaruhi sangat kuat oleh rivalitas AS-Tiongkok dan tidak semua negara berkeinginan untuk mematuhi rekomendasi WHO.

Indonesia sangat terkenal dengan pendekatan secara persuasif kepada negara lain. Bahkan jargon thousand friend – zero enemy, diplomacy to all directions, serta strategic balancer seolah- olah telah melekat erat pada politik luar negeri Indonesia. Adapun dalam konteks Covid-19, dapat dikatakan bahwa salah satu jalan untuk menjaga kestabilan nasional adalah dengan memperkuat hubungan dengan negara lain. Layaknya manusia yang membutuhkan manusia lain maka negara pun pada pada saat tertentu memerlukan bantuan negara lain untuk tetap dapat menjalankan roda perekonomian, pendidikan, kesehatan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Dengan kata lain, kerja sama internasional di tengah pandemi seyogiyanya semakin solid sebab tidak semua negara memiliki tingkat kemampuan yang sama. Melihat hal tersebut, mengutip dari McGlinchey (2017, hal. 21), yang mendefinisikan diplomasi merupakan sebuah proses interaksi antar-diplomat di dalam dunia hubungan internasional dan dilakukan secara privat maupun dialog publik dalam upaya mencapai kepentingan mereka dengan cara damai. Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia saat ini sangat membutuhkan hal tersebut sebagai upaya dalam mencapai tujuannya untuk kepentingan kesehatan nasional.

Mengapa Indonesia perlu fokus terhadap ketahanan kesehatan nasional

Indonesia telah memiliki banyak peran dalam dunia internasional pada bidang kesehatan. Hal itu ditandai sejak tahun 2013 saat Menteri Kesehatan Indonesia pada saat itu menjadi Ketua Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis, and Malaria. Selain itu, Indonesia juga menjadi tuan rumah konferensi yang membahas tentang pendanaan kesehatan universal yang mencakup di kawasan Asia-Pasifik (Hiebert 2013). Pemerintah Indonesia akhir-akhir ini pun cukup sering menyatakan pentingnya kerja sama internasional dalam menangani pandemi. Sebagai contoh, Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya kolaborasi dan kepemimpinan kolektivitas global untuk menangani Covid-19 (Wangke 2021, hal. 10). Dalam melihat hal tersebut pun, Indonesia tentu saja memiliki tujuan agar dapat mencapai objektif nasional dalam konteks kesehatan.

Narasi kepentingan Indonesia pada sektor kesehatan pun telah dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada awal tahun 2021. Menteri Retno Marsudi menyatakan bahwa fokus diplomasi Indonesia pada tahun ini salah satunya adalah ketahanan kesehatan nasional melalui kerja sama secara bilateral maupun multilateral untuk penyediaan vaksin Covid-19. Akan tetapi, di satu sisi Indonesia perlu untuk bersaing dengan negara maju maupun berkembang untuk bisa mengamankan persediaan vaksin (Septiari 2021).

Melihat hal tersebut, tentunya Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam untuk memastikan ketersediaan vaksin bagi rakyat Indonesia. Manuver Menteri Luar Negeri yang mengunjungi beberapa negara besar serta pemberdayaan KBRI ternyata berhasil memasukkan Indonesia ke dalam kelompok Advanced Market Commitment (Wangke 2021, hal. 10). Dengan begitu, Indonesia pun dipastikan dapat menerima akses vaksin sebesar 20% dari populasi yang disediakan oleh WHO. Selain itu, pendekatan bilateral Indonesia juga berhasil mengamankan vaksin Sinovac, Pfizer, dan AstraZeneca yang diperoleh secara gratis. Kepentingan tersebut tentunya sangat beralasan sebab kondisi persebaran vaksin Indonesia yang telah disebutkan sebelumnya masih belum merata.

Kebutuhan vaksin tersebut tidak terlepas dari kondisi perekonomian Indonesia yang masih belum stabil. Masih banyak prediksi yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2021 belum mampu mencapai 5%. IMF memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini hanya mencapai 3,9%, lalu ADB memprediksi 4,1%, dan bahkan Bank Indonesia hanya memberikan target pertumbuhan di tahun ini sebesar 3,5%-4,3% (Tasmilah, 2021). Selain itu, pandemi ini juga sangat berpengaruh terhadap sisi penawaran di Indonesia yang menyebabkan kontraksi pada produktivitas pekerja/buruh, penurunan investasi dan kegiatan pendanaan, terhambatnya rantai pasokan global, dan bahkan tingkat inflasi yang tentunya berdampak bagi kesejahteraan masyarakat (Damuri and Hirawan 2020, hal. 3; Friawan and Yazid 2021, hal. 11). Oleh sebab itu, kebijakan serta fokus yang tepat pada sektor kesehatan diharapkan akan memberikan pengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia. Di samping itu, faktor sosial dan ekonomi menjadikan Pemerintah Indonesia harus memiliki strategi yang tepat untuk bisa menurunkan kasus Covid-19 dan memulihkan perekonomian nasional. Hal tersebut menjadi sangat penting mengingat bahwa durasi pandemi yang pelan dan lama (slowburn) sehingga dampaknya terhadap sosial-ekonomi akan buruk (Amir and Menon 2021, hal. 6).

Dengan demikian, Indonesia perlu memainkan perannya sebaik mungkin di dunia internasional di tengah pandemi ini. Selain untuk mengamankan vaksin, Pemerintah Indonesia juga perlu untuk memerhatikan celah-celah yang dapat merugikan diri sendiri di tengah panasnya politik internasional yang menyebabkan semangat kolektivitas negara-negara tidak solid. Selain itu, kebijakan publik yang tepat dan menyadari bahwa peringkat kesehatan yang masih jauh berada dari negara tetangga  berdasarkan  laporan  The Legatum   Prosperity  Index  (2020) menjadi sinyal kuat yang perlu diperhatikan  oleh Pemerintah Indonesia agar dapat mengim­plementasikan kebijakan publik yang tepat demi mengatasi pandemi ini.

Referensi:

Amir, Sulfikar, and Alka Menon. 2021. “Kerentanan Pandemi Dan Paradoks Resiliensi.” Media Indonesia: 6.

Bayu, Dimas Jarot. 2020. “Mengurai Masalah Ketimpangan Vaksinasi Covid-19 Di Indonesia - Analisis Data.” katadata.co.id. https://katadata.co.id/ariayudhistira/analisisdata/6100e8ffac25d/mengurai-masalah- ketimpangan-vaksinasi-covid-19-di-indonesia (September 27, 2021).

BBC News Indonesia. 2021. “Covid-19 Di Indonesia: Mengapa Epidemiolog Khawatir Ada Lonjakan Kasus, Walau Rasio Positif Catat ‘rekor Terendah’ - BBC News Indonesia.” BBC News Indonesia. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-58484509 (September 27, 2021).

Damuri, Yose Rizal, and Fajar B Hirawan. 2020. “Mengukur Dampak COVID-19 Pada Pertumbuhan Ekonomi Dan Perdagangan Indonesia 2020.” CSIS Commentaries DMRU-015 (March): 1–8.

Friawan, Deni, and Ega Kurnia Yazid. 2021. Pandemi COVID-19 Dan Ancaman Inflasi Di Indonesia ?

Hiebert, Murray. 2013. Indonesia Steps Up Global Health Diplomacy - Bolsters Role in Addressing International Medical Challenges. Washington. www.csis.org (September 26, 2021).

IFAIR. 2013. “Global Health Diplomacy – IFAIR.” Initiative on Foreign Affairs and International Relations (IFAIR). https://ifair.eu/2013/03/07/global-health-diplomacy/ (September 24, 2021).

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2021. “Vaksin Dashboard.” Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines (September 28, 2021).

Kickbusch, Ilona, and Mihály Kökény. 2013. “Global Health Diplomacy: Five Years On.” National for Biotechnology Information. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3590628/ (September 26, 2021).

McGlinchey, Stephen. 2017. International Relations International Relations. Bristol: E-INTERNATIONAL RELATIONS PUBLISHING.

Our World in Data. 2021. “Coronavirus (COVID-19) Vaccinations - Statistics and Research .” Our World in Data. https://ourworldindata.org/covid-vaccinations?country=OWID_WRL (September 27, 2021).

Septiari, Dian. 2021. “Indonesian Diplomacy Shifts Focus to National Health Security .” The Jakarta Post. https://www.thejakartapost.com/news/2021/01/07/indonesian-diplomacy- shifts-focus-to-national-health-security.html (September 29, 2021).

Tasmilah. 2021. “Memaknai Angka Pertumbuhan 7 Persen.” detiknews. https://news.detik.com/kolom/d-5680205/memaknai-angka-pertumbuhan-7-persen (September 27, 2021).

The Legatum Prosperity Index. 2020. “Indonesia (Ranked 57th) :: Legatum Prosperity Index 2020.” The Legatum Prosperity Index . https://www.prosperity.com/globe/indonesia (September 26, 2021).

Wangke, Humphrey. 2021. DIPLOMASI VAKSIN INDONESIA UNTUK KESEHATAN DUNIA. Jakarta.

WHO Covid-19 Dashboard. 2021. “WHO Coronavirus (COVID-19) Dashboard | WHO Coronavirus (COVID-19) Dashboard With Vaccination Data.” WHO Covid-19 Dashboard. https://covid19.who.int/ (September 27, 2021).

WHO EMRO. 2014. “Global Health Needs Global Health Diplomacy .” WHO EMRO. http://www.emro.who.int/health-topics/health-diplomacy/about-health-diplomacy.html (September 28, 2021).